Sejarah Genteng Press

SEJARAH GENTENG PRESS
Sebenarnya untuk industri genteng yang ada di daerah kami tidaklah lepas dari keberadaan industri genteng yang ada di Nusantara in, khususnya di Daerah Sokka, Kabupaten Kebuben Jawa Tengah. Dan sebelum  masyarakat di sekitar kami  Wilayah Palihan, Pakiasan, Cawas, Klaten, mengenal  Industri   Genteng masyarakt sekitar masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Dan untuk produk Genteng kami  tidak lepas adanya dukungan dari bahan baku yaitu tanah yang cukup bagus yang ada di Daerah Bayat Klaten, dimana selain dibuat untuk  Genteng, masyarakat disekitar Bayat  adalah para pengerajin Gerabah.
Dulu sebelum kami membuat dengan alat yang sering kami sebut sebagai Press, kami menggunakan cetakan dari kayu, dan untuk mendapatkan hasil yang baik kita harus  tlaten untuk mengkesut maka untuk itu genteng yang  dihasilan dinamakan "GENTENG KESUT", dan saat ini alat yang sudah menggunakan press makan produk yang dihasilan sering disebut "GENTENG PRESS"

Mardi Suwito

    Orang inilah yang  pertama kali yang membuat kerajinan di Palihan, Cawas Klaten Bp. Mardi Suwito memulai usaha gentengnya kurang lebihnya tahun 1966. Namun pembuatan genteng masih belum menggunakan mesin, dan cetakan yang dugunakan menggunakan bahan dari katu, produksi genteng masih dilakukan secara manual. Akan tetapi dari sinilah cikal bakal industri Genteng Press di Palihan, Cawas Klaten.


SEJARAH GENTENG SOKKA
KEBERADAAN industri genteng di Kabupaten Kebumen memiliki sejarah yang panjang. Jauh sebelum mengenal genteng, sebagian masyarakat Kebumen telah memiliki keterampilan membuat tembikar. Hal itu didukung bahan baku tanah terutama di wilayah Sokka, Wonosari, Sruweng, dan Klirong yang cukup bagus untuk dijadikan gerabah.
     Sebelum abad ke-20, masyarakat di Kebumen sudah banyak yang membuat gerabah untuk alat-alat rumah tangga seperti tungku, gentong, padasan, blengker, jambangan, kendil, cowek, jubek dan aneka gerabah lain yang terbuat dari tanah liat. Bahkan sampai saat ini, keahlian turun temurun yang konon persinggungan dengan kebudayaan cina itu masih bertahan. Warisan keahlian membuat gerabah secara turun tersebut sampai saat ini masih diteruskan oleh masyarakat di Desa Gebangsari Kecamatan Klirong yang terkenal sebagai sentra gerabah di Kebumen.
    Munculnya kerajinan genteng di Kebumen bermula ketika sekitar tahun 1920-an, pemerintah kolonial Belanda melakukan penelitian untuk memetakan daerah-daerah yang tanahnya bagus untuk dijadikan atap bangunan. Saat itu dibentuklah Balai Keramik yang berkedudukan di Bandung
    Adapun, Kebumen merupakan salah satu dari sejumlah daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan sentra genteng. Selain Kebumen, daerah lain ialah Karangpilang, Jatim, Cikarang, dan Jatiwangi. Daerah-daerah tersebut sampai saat ini masih terkenal sebagai sentra industri genteng.
    Genteng-genteng tersebut untuk memenuhi pembangunan infrastruktur termasuk untuk dijadikan atap pabrik gula. Bahkan di Kebumen juga saat itu terdapat dua pabrik gula yakni di Prembun yang bekasnya saat ini dijadikan Pos Polisi Prembun. Yang kedua berada di Kebumen yang saat ini menjadi RSUD Kebumen. Gudang pabrik gula itu, saat ini sudah berubah menjadi Gedung Olahraga yang masih belum difungsikan.
    Selain itu, pengenalan genteng sebagai atap juga dilakukan oleh kolonial Belanda. Misi kesehatan dilakukan karena pada saat itu di Jawa terjadi wabah wabah pes. Khusus penyakit pes inilah yang membuat Belanda merasa khawatir, karena banyak tenaga kerja pribumi yang tidak bisa maksimal karena terserang penyakit tersebut. 
    Pokok persoalan itu diketahui, ternyata akibat sebagian besar rumah penduduk saat itu masih beratapkan rumbia. Padahal atap tersebut sering dijadikan sarang tikus yang menjadi penyebab wabah pes.
    Untuk pertama kali, Belanda mendirikan sebuah pabrik genteng di Kebumen persisnya di Pejagoan. Namun saat ini bekas pabrik tersebut sudah tidak bisa dilihat lagi karena sudah didirikan bangunan baru yakni SMP Negeri 1 Pejagoan. Pabrik yang didirikan oleh Belanda itulah yang pertama kali berdiri di Kebumen. Namun pabrik tersebut musnah pada masa perang kemerdekaan karena dihancurkan oleh para pejuang. Infrastruktur lain yang dihancurkan ialah jembatan Tembana agar pasukan Belanda tidak bisa melewati sungai Luk Ulo.

Abu Ngamar
    Adapun, orang pribumi pertama kali yang membuat kerajinan genteng di Kebumen ialah H Ahmad. Namun pembuatan genteng masih belum menggunakan mesin. Produksi genteng masih dilakukan secara manual. Akan tetapi dari sinilah cikal bakal industri genteng di Kebumen. Setelah itu, H Abu Ngamar salah satu anak H Ahmad yang mengenal orang Belanda mendirikan sebuah pabrik genteng di Sokka, sekitar 200 meter dari Stasiun Sokka di Pejagoan. 
    Atas bantuan guru Sekolah Teknik  itu, mesin pabrik tersebut konon didatangkan dari Jerman. Karena berkualitas baik, produknya banyak digunakan untuk atap sejumlah pabrik gula di Jawa. Merek genteng yang legendaris itu adalah AB Sokka. Sampai saat ini di lokasi pabrik yang berlokasi di Dusun Sokka, Desa Kedawung, Kecamatan Pejagoan masih dapat ditemui lima buah cerobong pembakaran genteng yang kuno yang berdiri kokoh. Namun cerobong tersebut sudah tak lagi pakai. Di kawasan itu pula masih tampak deretan ruang penyimpanan genteng termasuk dari bekas-bekas rel dari dalam pabrik yang tersambung menuju Stasiun Sokka. 
    Untuk menelusuri jejak sejarah genteng Sokka, Saya menemui salah satu cucu Abu Ngamar yang bernama Abu Ahmar (63) di kediamannya RT 01 RW 05 Desa Kedawung, Kecamatan Pejagoan. Rumahnya berada sekitar 200 meter dari pabrik genteng kuno itu. Abu Ahmar adalah salah satu keturunan Abu Ngamar yang paham betul soal sejarah genteng Sokka. Bahkan dia kerap dijadikan rujukan bagi para mahasiswa yang tengah menyusun skripsi tentang sejarah genteng Kebumen.
    Abu Ahmar menceritakan, sekitar tahun 1940 sebagian bangunan pabrik AB Sokka hancur akibat perang. Meski cerobongnya tidak ikut roboh, namun selama satu dasa warsa AB Sokka terguncang akibat revolusi fisik. Usaha itu bangkit kembali setelah masa kemerdekaan. Setelah Abu Ngamar meninggal, pengelolaan pabrik genteng dilanjutkan oleh H Ahmad Nasir. Sekitar tahun 1950 usaha pabrik sudah dibantu oleh perbankan yang saat itu bernama Bank Industri Negara (BIN) kemudian beralih nama menjadi Bapindo dan saat ini dimerger menjadi Bank Mandiri.
Dalam pengiriman genteng, AB Sokka memanfaatkan Stasiun Sokka. Untuk itulah dari dalam pabrik dibuat lori kecil hingga bersambung dengan Stasiun Sokka.

Masa Keemasan
    Genteng AB Sokka terus menanjak bahkan berada alam masa jayanya, yakni pada periode 1970-1980. Apalagi pada saat itu, pemerintah merekomendasikan genteng Sokka untuk digunakan sebagai atap di gedung pemerintah. Menurut Abu Ahmar, pembangunan Akabri Magelang yang saat ini bernama Akademi Militer (Akmil) atapnya menggunakan genteng Sokka. Termasuk pusat perkantor di kawasan Kabayoran Baru Jakarta juga menggunakan genteng dari Kebumen.
    Melihat masa kejayaan AB Sokka, menjamurlah industri genteng di Kabupaten Kebumen terutama di Pejagoan yang rata-rata menggunakan nama Sokka. Pada awalnya yang mendirikan pabrik masih keluarga. Namun seiring dengan perkembangan waktu, banyak yang membuat pabrik genteng hingga sebegitu banyak seperti saat ini.

"Padahal pada awal masa Orde Baru hanya ada sekitar ada 10 pabrik saja di Kebumen," ujar Abu Ahmar. 
    Bahkan, pabrik genteng Sokka tidak hanya dapat dilihat sepanjang jalan antara di Kecamatan Pejagoan dan Sruweng. Saking terkenalnya genteng Sokka, banyak sekali bermunculan genteng merek "Sokka" dari daerah lainnya seperti di Yogyakarta, Palihan - Cawas Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Kudus.***

Salam